You are here

Jakarta, 20 June 2024–Government of Indonesia and civil society stakeholders gathered today (20/06) in Jakarta to discuss the achievements and challenges of the ICPD Programme of Action in Indonesia to commemorate the 30th anniversary of the International Conference on Population and Development (ICPD30) and the launch of UNFPA State of World Population (SWoP) 2024 report. Organized by BKKBN, the National Population and Family Planning Board, and UNFPA, the United Nations (UN) sexual and reproductive health agency, the event called for collaboration among the government, stakeholders, and community leaders in realizing sexual and reproductive health and protecting the reproductive rights of those furthest left behind. 

After 30 years, ICPD 1994 in Cairo, which produced a transformative global agreement putting people and human rights at the heart of development, remains relevant today. “Cairo changed the discourse, the mindset, the paradigm… People are at the center of development, not numbers. It’s about the rights of the people, women, to decide about their fertility,”  Hassan Mohtashami, UNFPA Indonesia Representative, said in his remarks. “That’s why we need to keep the Cairo agenda alive and move forward.”

Over the last three decades, the Government of Indonesia has been committed to the ICPD Programme of Action (PoA). As the follow up to the ICPD implementation, Indonesia continues to strengthen its commitment to the population development agenda, including through development of Population Development Grand Design (GDPK), optimalisation of Quality Family Village implementation, and collaboration among stakeholders. “We need to continuously strengthen our commitment and collaboration to ensure that every individual, especially the most vulnerable, has access to quality and comprehensive sexual and reproductive health services,” Dr. Bonivasius Prasetya Ichtiarto, BKKBN Deputy for Population Management, affirmed.

ICPD PoA has resulted in significant progress, both at global and national levels, since 1994. For example, global maternal mortality has declined by 34%. In Indonesia, the maternal mortality ratio has fallen from 305 per 100,000 live births (SUPAS 2015) to 189 per 100,000 live births (Population Census 2020). 

However, “when compared with neighboring countries, Indonesia’s position is still less than ideal,” Syarifah Liza Munira, Head of Health Development Policy Agency (BKPK), Ministry of Health, said. “To accelerate the achievement of ICPD and 2030 Agenda, we must improve the capacity and quality of prenatal screening, strengthen health promotion and special interventions for mothers who have anemia, hypertension and chronic energy deficiency, as well as improving collaboration,” she elaborated.

While the family planning programme in Indonesia has shown promising results, we have seen stagnation in the use of modern contraceptive prevalence rate and in the unmet need for family planning over the last three decades. “In Indonesia, the geographical disparity is high… There is demand for access in several spots,” Dr. Wahidin, BKKBN Deputy for Family Planning and Reproductive Health, explained. “The state must be present and provide information about family planning, while the final decision should be made by the individual. Our strength here lies in our communication, information, and education (IEC).”

And in addressing gender-based violence and harmful practices, changing social norms remains a challenge despite several successes such as the passing the sexual violence criminal law (UU TPKS) in 2022. “Our largest challenge is ensuring paradigm-change related to social norms. This is what we have been doing through our gender mainstreaming strategy,” Ratna Susianawati, Deputy for Protection of Women’s Rights, Ministry of Women’s Empowerment and Child (KemenPPPA), elaborated. “When we achieve the ICPD Programme of Action, women are empowered and children are protected”. 

Planning and coordination in continuously integrating the ICPD PoA in the national development agenda is critical. “We facilitate coordination related to ICPD goals. To implement it, we need to have a legal foundation, namely the Population Development Grand Design (GDPK). It is our shared task,” Budiono, Acting Deputy for Coordination of Health and Population Development Quality Improvement  (Deputi III), Coordinating Ministry for Human Development and Cultural Affairs (Kemenko PMK), said.

While celebrating progress and recognizing challenges, staying committed to addressing persistent issues is key. As a way forward, we need to improve access to services and information, interventions led by midwives, improve gender equality, and recognize the leadership of the communities. Verania Andria, UNFPA Indonesia Assistant Representative, emphasised “the need for making disaggregated data available to address marginalisation and fill gaps in the achievement of the ICPD Programme of Action”.

 

 

For more information, please contact:

Rahmi Dian Agustino (UNFPA Indonesia): agustino@unfpa.org

Ria Rahayu (BKKBN): damdukpusat@gmail.com

 

 


 

 

SIARAN PERS

 

Kolaborasi yang lebih kuat diperlukan untuk mempercepat kemajuan Program Aksi setelah 30 tahun Konferensi tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) 

(Foto: UNFPA/Lucky Putra)

Jakarta, 20 June 2024–Pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan masyarakat sipil berkumpul hari ini (20/06) di Jakarta untuk membahas pencapaian dan tantangan Program Aksi ICPD di Indonesia untuk memperingati 30 tahun Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD30) dan peluncuran Negara Laporan Populasi Dunia (SWP) tahun 2024. Diselenggarakan oleh BKKBN, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, dan UNFPA, badan kesehatan seksual dan reproduksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), acara ini menyerukan kolaborasi antara pemerintah, pengambil kebijakan, dan tokoh masyarakat dalam mewujudkan kesehatan seksual dan reproduksi dan melindungi hak-hak reproduksi mereka yang paling tertinggal. 

Setelah tiga puluh tahun, ICPD 1994 di Kairo, yang menghasilkan perjanjian global yang menempatkan masyarakat dan hak asasi manusia sebagai inti pembangunan, masih relevan hingga saat ini. “(ICPD 1994 di) Kairo mengubah wacana, pola pikir, paradigma… Manusia adalah inti dari pembangunan, bukan angka. Ini tentang hak-hak manusia, perempuan, untuk membuat keputusan sendiri tentang kesuburan mereka,” ungkap Hassan Mohtashami, Kepala Perwakilan UNFPA Indonesia. “Karena itulah kita perlu menjaga agenda Kairo tetap hidup dan terus maju ke depan.”

Selama tiga dekade terakhir, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen terhadap Program Aksi ICPD. Sebagai tindak lanjut implementasi ICPD tersebut, Indonesia terus memperkuat komitmennya terhadap agenda pembangunan kependudukan, termasuk penyusunan Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK), optimalisasi penyelenggaraan Kampung Keluarga Berkualitas, dan kolaborasi antar berbagai pemangku kepentingan. “Kita perlu terus memperkuat komitmen dan kolaborasi untuk memastikan bahwa setiap individu, terutama yang paling rentan, memiliki akses terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi yang berkualitas dan komprehensif,” tegas  Dr. Bonivasius Prasetya Ichtiarto, S.Si., M.Eng, Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN.

Hal ini telah menghasilkan beberapa kemajuan, baik di tingkat global maupun nasional. Misalnya, angka kematian ibu secara global telah menurun sebesar 34%. Di Indonesia, angka kematian ibu telah turun dari 305 per 100.000 kelahiran hidup (SUPAS 2015) menjadi 189 per 100.000 kelahiran hidup atau satu ibu meninggal setiap jam (Sensus Penduduk 2020). Namun, “Kalau dibandingkan dengan negara tetangga, posisi Indonesia masih belum ideal,” kata Syarifah Liza Munira, SE., MPP., Ph.D, Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK), Kementerian Kesehatan. “Untuk mempercepat capaian ICPD dan Agenda 2030 kita harus meningkatkan kapasitas dan kualitas skrining kehamilan, memperkuat promosi kesehatan dan intervensi khusus pada ibu yang mengalami anemia, hipertensi, dan kekurangan energi kronik (KEK), serta meningkatkan kerjasama.”

Meskipun program keluarga berencana di Indonesia telah menunjukkan hasil yang menjanjikan, kita melihat adanya stagnasi dalam angka prevalensi kontrasepsi modern dan kebutuhan keluarga berencana yang tidak terpenuhi selama tiga dekade terakhir. “Di Indonesia secara geografis disparitasnya tinggi… banyak tuntutan untuk akses pada titik-titik tertentu. Ini yang harus kita atasi,” jelas Dr. Drs. Wahidin, M.Kes, Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN. “Negara juga wajib hadir memberikan informasi, dan keputusan akhirnya (tentang keluarga berencana dan kesehatan reproduksi) tetap pada individu. Kekuatan kita di sini ada di komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE).” 

Dan dalam mengatasi kekerasan berbasis gender dan praktik-praktik berbahaya, mengubah norma-norma sosial masih menjadi tantangan meskipun sudah ada beberapa keberhasilan seperti disahkannya Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pada tahun 2022. “Tantangan terbesar kita adalah memastikan perubahan paradigma terkait norma sosial. Ini yang kita lakukan lewat strategi pengarusutamaan gender. Kuncinya kolaborasi dan sinergi,” jelas Ratna Susianawati, SH, MH, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). “Ketika ICPD Programme of Action tercapai, perempuan berdaya dan anak terlindungi.”

Perencanaan dan koordinasi untuk terus mengintegrasikan Program Aksi ICPD ke dalam agenda pembangunan nasional sangatlah penting. “Kemenko PMK memfasilitasi koordinasi terkait tujuan-tujuan ICPD. Supaya itu terlaksana, maka harus ada landasan hukum, yaitu Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK). Ini tugas kita bersama sekarang,” ucap Budiono, Plt. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan (Deputi III), kementerian Koordinator Bidang Pembangunan  Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK)

Sambil merayakan kemajuan dan mengakui tantangan, tetap berkomitmen untuk mengatasi tantangan adalah kuncinya. Sebagai langkah ke depan, kita perlu meningkatkan akses terhadap layanan dan informasi, intervensi yang dipimpin oleh bidan, meningkatkan kesetaraan gender, dan mengakui kepemimpinan masyarakat. Verania Andria, Wakil Kepala Perwakilan UNFPA Indonesia, menekankan perlunya menyediakan data terpilah untuk mengatasi marginalisasi dan mengisi kesenjangan dalam pencapaian Program Aksi ICPD.

 

 

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:

Rahmi Dian Agustino (UNFPA Indonesia): agustino@unfpa.org  

Ria Rahayu (BKKBN): damdukpusat@gmail.com