Go Back Go Back
Go Back Go Back
Go Back Go Back

Ministry of Women's Empowerment and Child Protection and UNFPA: Reflecting on 5 Years of Preventing and Addressing Gender-Based Violence in Disasters on World Humanitarian Day 2024

Ministry of Women's Empowerment and Child Protection and UNFPA: Reflecting on 5 Years of Preventing and Addressing Gender-Based Violence in Disasters on World Humanitarian Day 2024

Press Release

Ministry of Women's Empowerment and Child Protection and UNFPA: Reflecting on 5 Years of Preventing and Addressing Gender-Based Violence in Disasters on World Humanitarian Day 2024

calendar_today 20 August 2024

Kementerian PPPA dan UNFPA Indonesia- Refleksi 5 Tahun Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender dalam Bencana pada Hari Kemanusiaan Sedunia 2024
(Photo: UNFPA Indonesia/Itsnain G. Bagus)

Jakarta, August 20, 2024 — In commemoration of World Humanitarian Day, the Ministry of Women's Empowerment and Child Protection (Kemen PPPA) together with UNFPA, the United Nations sexual and reproductive health agency, conducted a dissemination of the lessons learned from the Sub-Cluster for the Prevention and Handling of Gender-Based Violence and Women's Empowerment (PPKBGPP) over the past five years (2018-2023).

Deputy for the Protection of Women's Rights at Kemen PPPA, Ratna Susianawati, conveyed that Kemen PPPA, as the coordinator of the GBV sub-cluster, is committed to protecting women, children, and vulnerable groups from the high risk of violence in both normal and disaster situations through Minister of PPPA Regulation Number 13 of 2020 concerning the Protection of Women and Children from Gender-Based Violence in Disasters.

"We are collaborating with UNFPA to continue developing effective guidelines, standards, and operational procedures. Kemen PPPA, supported by UNFPA and in coordination with BNPB (National Disaster Management Agency) and the Ministry of Social Affairs, has initiated the PPKBGPP sub-cluster as a penta helix coordination mechanism. This system has been implemented at the national and regional levels, to build community preparedness for disasters. From 2018 to 2024, 12 sub-clusters have been formed in various regions, supported by regional regulations and minimum standard orientation programs," said Ratna.

Ratna underlined the important role of women in disaster mitigation efforts. She highlighted the fact that women are often the most vulnerable group in emergency situations, but they can also be resilient volunteers and make significant contributions to disaster management. Therefore, enhancing women's capacity is a key focus in upcoming programs.

"UNFPA is committed to continuing to support the Indonesian Government in ensuring the needs of women and girls are met during humanitarian crises so that they can remain safe and dignified," emphasized UNFPA Indonesia Assistant Representative, Verania Andria.

"We will continue to strengthen efforts to prevent and address gender-based violence through regulations, cross-sectoral coordination, and capacity building for stakeholders."

Kementerian PPPA dan UNFPA Indonesia: Refleksi 5 Tahun Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender dalam Bencana pada Hari Kemanusiaan Sedunia 2024
(Photo: UNFPA Indonesia/Itsnain G. Bagus)

 

The results of assessments in five disaster-affected areas (East Nusa Tenggara, East Java, West Sumatra, and West Java), summarized in the Rapid Assessment of Gender-Based Violence Risk and Safety/Security Audit of the PPKBGPP Sub-Cluster, revealed various challenges faced by women that still exist in disaster management.

"This rapid assessment shows that the handling of evacuation is still not fully gender-sensitive and inclusive. Continued advocacy and more serious and structured cross-sectoral collaboration are needed to reduce the risk of gender-based violence in disaster management," explained Elisabeth Sidabutar, UNFPA Indonesia Humanitarian Programme Analyst.

The availability Sex, Age, and Disability Disaggregated Data (SADDD), is also crucial. "SADDD data enables a more inclusive and targeted disaster response, ensuring that no one is left behind," said Prasinta Dewi, Deputy for Prevention, BNPB.

Prasinta added, "Through the Head of BNPB Regulation No. 13 of 2014 concerning Gender Mainstreaming in Disaster Management, BNPB continues to strive to integrate gender mainstreaming into all aspects of coordination and protection mechanisms in disaster situations."

A representative from the Ministry of Social Affairs' Social Protection for Victims of Social and Non-Natural Disasters also emphasized, "Strengthening a gender-responsive and inclusive social protection system is key to ensuring equitable and sustainable recovery for all disaster survivors."

In addition to the talkshow, the event also featured the introduction of a disaster data disaggregation application and a photo exhibition titled "Women in Humanitarian Response," showcasing the inspiring contributions of women in humanitarian action from members of the Sub-Cluster for the Prevention and Handling of Gender-Based Violence and Women's Empowerment.

 

----

For further information, please contact:

Devi Nurlita (Public Relations KemenPPPA RI): devi.nurlita@kemenpppa.go.id

Rahmi Dian Agustino (UNFPA Indonesia): agustino@unfpa.org

 

-------

 

 SIARAN PERS

Kementerian PPPA dan UNFPA: Refleksi 5 Tahun Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender dalam Bencana pada Hari Kemanusiaan Sedunia 2024

 

(Foto: UNFPA Indonesia/Itsnain G. Bagus)

 

Jakarta, 20 Agustus 2024 — Dalam rangka memperingati Hari Kemanusiaan Sedunia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama UNFPA, badan kesehatan seksual dan reproduksi Perserikatan Bangsa-Bangsa, melaksanakan diseminasi hasil pembelajaran Sub klaster Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender, dan Pemberdayaan Perempuan (PPKBGPP) selama lima tahun terakhir (2018-2023).

 

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA Ratna Susianawati menyampaikan Kemen PPPA sebagai koordinator sub klaster KBG berkomitmen untuk melindungi perempuan, anak, dan kelompok rentan dari risiko tinggi kekerasan di situasi normal dan bencana lewat Peraturan Menteri PPPA Nomor 13 Tahun 2020 tentang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak Dari Kekerasan Berbasis Gender Dalam Bencana. 

 

"Kami bekerja sama dengan UNFPA untuk terus mengembangkan panduan, standar, dan prosedur operasional yang efektif. Kemen PPPA didukung UNFPA dan berkoordinasi dengan BNPB serta Kementerian Sosial, telah menginisiasi sub klaster PPKBGPP sebagai mekanisme koordinasi pentahelix. Sistem ini telah diimplementasikan di tingkat nasional dan daerah, dengan tujuan membangun kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana. Sejak tahun 2018 hingga 2024, telah terbentuk 12 sub klaster di berbagai daerah, didukung oleh regulasi daerah dan program orientasi standar minimal,” ujar Ratna.

 

Ratna menggarisbawahi peran penting perempuan dalam upaya mitigasi bencana. Ia menyoroti fakta bahwa perempuan sering kali menjadi kelompok yang paling rentan dalam situasi darurat, namun juga bisa menjadi relawan yang tangguh dan berkontribusi signifikan dalam penanggulangan bencana. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas perempuan menjadi fokus utama dalam program-program yang akan datang. 

 

"UNFPA berkomitmen untuk terus mendukung Pemerintah Indonesia dalam memastikan kebutuhan perempuan dan anak perempuan terpenuhi selama krisis kemanusiaan, sehingga mereka dapat tetap aman dan bermartabat," tegas Wakil Kepala Perwakilan UNFPA Indonesia, Verania Andria. "Kami akan terus memperkuat upaya pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender melalui regulasi, koordinasi lintas sektor, dan peningkatan kapasitas para pemangku kepentingan."

 

Hasil asesmen di lima area terdampak bencana (Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Sumatra Barat, dan Jawa Barat) yang terangkum dalam Kaji Cepat Risiko Kekerasan Berbasis Gender dan Audit Keamanan/Keselamatan Sub Klaster PPKBGPP mengungkapkan berbagai tantangan yang dihadapi perempuan yang masih ada di dalam penanggulangan bencana.

 

"Kaji cepat ini menunjukkan bahwa penanganan pengungsian masih belum sepenuhnya sensitif gender dan inklusif. Dibutuhkan advokasi berkelanjutan dan kolaborasi lintas sektor yang lebih serius dan terstruktur untuk mengurangi risiko kekerasan berbasis gender dalam penanggulangan bencana," jelas Elisabeth Sidabutar, Humanitarian Programme Analyst UNFPA Indonesia.

 

Ketersediaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin, usia, dan disabilitas atau Sex, Age, Disability Disaggregated Data (SADDD) juga menjadi kunci. "Data SADDD memungkinkan respons bencana yang lebih inklusif dan tepat sasaran, memastikan tidak ada satu pun yang tertinggal," kata Prasinta Dewi, Deputi Pencegahan, BNPB.

 

Prasinta menambahkan, "Melalui Perka BNPB No. 13 Tahun 2014 Tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana, BNPB terus berupaya mengintegrasikan pengarusutamaan gender ke dalam seluruh aspek koordinasi dan mekanisme perlindungan dalam kebencanaan."

 

Perwakilan Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial dan Non Alam Kementerian Sosial juga menegaskan, "Penguatan sistem perlindungan sosial yang responsif gender dan inklusif adalah kunci untuk memastikan pemulihan yang adil dan berkelanjutan bagi seluruh penyintas bencana."

 

Selain talkshow, acara ini juga diisi dengan pengenalan aplikasi data pilah bencana dan pameran foto ‘Perempuan dalam Respon Kemanusiaan’ yang menampilkan kontribusi inspiratif para perempuan dalam aksi kemanusiaan dari anggota sub klaster Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender, dan Pemberdayaan Perempuan.

----

 

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi: